Skip to content

Serat Centhini: bukan melulu pedoman seks orang Jawa

May 26, 2009

centhini storyJudul: The Centhini Story: the Javanese journey of life
Oleh: Soewito Santoso
Penerbit: Marshall Cavendish Editions (September 13, 2006)

Saya baru selesai membabat habis Serat Centhini dalam 2 hari, versi singkat, terjemahan pula… jadi jelas keindahan serat aslinya hilang lenyap ditelan bahasa Inggris. 😥

Kata penerjemahnya, Bapak Soewito Santoso – muridnya Poerbatjaraka – ini sudah dipotong kanan kiri hingga tinggal 10% dari aslinya :(. Apa boleh buat karena keterbatasan tidak mengerti bahasa aslinya, saya coba lihat saja serat ini mau omong apa.

Dalam buku di atas saya hanya menemukan beberapa cerita adegan kama, yang rasa-rasanya lebih waahhh dalam versi aslinya, apalagi bagian terakhir yang menurut alkisah ditulis sendiri oleh Pakubuwono V :cool:.

Candi_CetoYang mendominasi buku malah daftar tempat pertapaan, kuburan keramat dan situs arkeologi di seantero Pulau Jawa. Di Gunung A ada Goa B, di Gunung C ada Goa D, dst. 🙄

Salah satu situs arkeologi yang dibahas adalah Candi Ceto di Gunung Lawu, peninggalan dari era Majapahit. Ada lambang lingga yoni terhampar buat siapa saja bisa melihat. Pertemuan kelamin buat masyarakat agraris adalah simbol kesuburan, jadi jangan heran kalau tidak ada orang heboh bikin UU Pornografi untuk melarang penggambaran eksplisit penis dan vagina di Candi Ceto mau pun Candi Sukuh. Malah orang berbondong-bondong datang ke sana bawa sajen dan sembahyang.

Singkat kata saya agak bingung dengan episode penutup serat ini. Alkisah Syeh Amongraga dan Nyi Tembangraras yang sudah mencapai tingkat akhir Martabat Tujuh alias masuk kategori insan kamil, kok bisa-bisanya ingin lahir lagi jadi ratu?!? Kalau memang ingin lahir lagi, minimal jadi pertapa kek… Atau mereka berpendapat, “Sudah bosan lah yaaa, kan kemaren sudah sampe mati jadi pertapa melulu. Sekali-kali dong menikmati fasilitas jadi raja.”

IMO malah jadi anti-klimaks. Atau… jangan-jangan memang ajaran hidup Jawa modelnya gitu? Setali tiga uang dengan gaya Babad Joko Tingkir? Padahal gamelan saja diakhiri gong gede… 😕

Puyeng… mending saya tinggal tidur saja, sambil menunggu pencerahan dari yang sudi mampir dan membagi ilmu.

34 Comments leave one →
  1. May 26, 2009 06:44

    Jadi, bukan melulu pedoman seks itu artinya “juga berisi pedoman tempat keramat dan pertapaan?” 😛

    *mbaca ulang*

  2. May 26, 2009 06:45

    amonggraga itu asal katanya “among” (mengasuh) dan “raga”. berarti tokoh tersebut sedang belajar memahami diri *jiahahaha*. karena itu selain seks juga ada bertapanya. simbol keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani mungkin.

    lha kalo pertapa itu kan kerjaannya nyepi melulu… kurang gaul. kalau menjadi pemimpin itu, menurut esensi falsafah *halah* Jawa, artinya berkesempatan mengabdi kepada masyarakat. menjadi cahaya kehidupan, memayu hayuning bawana (memakmurkan dunia), rahmatan lil alamin, dsb. sekaligus pertamax 😎

  3. May 26, 2009 06:45

    jeh… kecolongan jensen… 👿

  4. May 26, 2009 07:45

    ^

    Lha? Salah saya apa? 😐

  5. May 26, 2009 07:56

    @ jensen

    soalnya situ zionis… pokoknya situ salah… :mrgreen:

  6. May 26, 2009 10:37

    @ jensen
    iyah… malah lebih banyak soal pertapaan daripada soal seks 😎

    @ S TM J
    yang jelas membuat makmur diri sendiri dulu, masalah ingat untuk memakmurkan dunia atau tidak, wah tidak ada jaminan. Sudah hafalan bahwa kekuasaan itu membuat lupa.

    Baru tahu… jensen zionis, serius? 😕

  7. May 26, 2009 10:57

    @ illuminationis

    kalo memakmurkan diri sendiri sih istilah jawanya ‘okeh tunggale’ he he he he… Sri Sultan HB IX & Suryo Mentaram itulah contoh nyata pesan centhini menurut saya. 😎

    *soal jensen liat aja di blognya*

    • May 26, 2009 11:44

      ^ dua orang tsb tidak ingin jadi ratu, yang satu mau tidak mau diharuskan, sedang yang lain minggat…

  8. May 26, 2009 12:15

    yup… memang bukan contoh ideal kayaknya, tapi semangat pengabdiannya itu loh… *teuteup* :mrgreen:

  9. frozen permalink
    May 26, 2009 14:05

    Ah… Centhini itu terlalu suci untuk ditafsirken.

    *bolak-balik majalah cosmo serat darmogandul*

  10. May 26, 2009 15:11

    @ S™J

    soalnya situ zionis… pokoknya situ salah… :mrgreen:

    Halah! 😆

    @ illuminationis

    Baru tahu… jensen zionis, serius? 😕

    Iya, serius… 😛

  11. May 26, 2009 16:12

    @ S TM J
    penggemar Ki Mentaram sejati 😎

    @ frozen
    Cosmo? Itu bukannya bacaan ceweq? 😯

    @ jensen
    ya ntar dicek 😛

  12. kangBoed permalink
    May 26, 2009 19:16

    *geleng geleng*.. waaaah.. mbake kok tahu saja yaaaaa.. *manggut manggut*.. padahal waktu saya baca.. *pura pura*.. kok gak nemuin adegan syuuuuuur.. nya.. bukunya beda yaaaaaa… judulnya samaaa.. hehehe..
    Salam Sayang

    • May 27, 2009 08:43

      @ Kang Boed
      wah, saya malah nemu metode naik gunung Kang Boed *manggut-manggut* … ternyata O ternyata 😉

  13. frozen permalink
    May 27, 2009 13:37

    ^

    Cosmo? Itu bukannya bacaan ceweq? 😯

    Saya ini sebenere ceweq
    Lah, saya ‘kan cuma mbolak-mbalik doang… 😕

    Eh btw, ciri khas mbak illuminationis ini unik, yakni penggunaan abjad “O”. Lihat saja, babi O™ babi (di postingan beberapa abad lalu), dan sekarang ternyata O™ ternyata.

    Ngikut ah…

  14. May 28, 2009 06:41

    naskahnya bahasanya beda, penerjemahnya bahasa ibunya beda, terjemahannya bahasanya beda… sigh. aku lagi defisit pencerahan nih. kok susah sekali yah mencari buku yang enak dibaca akhir-akhir ini. menelusuri aksara, gramed dan kinokuniya cuma dapet pegel.

  15. May 28, 2009 09:03

    ^ Aksara toko buku macam apa sih? Lebih mirip Gramed atau Kinokuniya?
    Di Kinokuniya lagi ga ada buku bagus? Saya biasanya panik… banyak yang bagus tapi isi kantong membatasi semangat belanja buku hahaha

    Emang mau baca apa? Kalo lagi suntuk… filsafat biasanya menjengkelkan buat saya. Mending baca buku/ disertasi tentang Indonesia jaman baheula, jadi hiburan 😉

  16. kangBoed permalink
    May 28, 2009 11:06

    Wooooooow.. metodanya ada tertulis di buku yaaaa.. mbaaaak.. waaaaah.. wajib beli bukunya dunk.. biar bisa naik naik ke puncak gunung.. tinggi tinggi sekali.. kiri kanan kulihat saja banyak sensasinyaaa.. ooooo.. O.. kulanjutkan terus.. sampaaaaai di puncak gunuuuuung.. hehehe.. OOT.. :mrgreen:
    Salam Sayang

  17. May 28, 2009 17:21

    aksara mirip sama QB, toko buku berbahasa asing tapi tak semasif kinokuniya atau borders yang juga punya bagian asia timurnya. di tangerang sekarang ada juga toko buku internasional Times namanya. lumayan nyaman tapi koleksinya sedikit. karena saya gak punya duit makanya pegel karena harus bener-bener beli buku yang worth it dibeli. soal panik, yah saya ini jagonya! waktu kali pertama ke singapura dengan duit sangat pas-pasan saya kayak orang gila di borders panik belanja buku beberapa jam sebelum pulang ke jakarta.

    alternatif dari buku filsafat disertasi jaman baheula? apaan? bukunya husein dajadiningrat? ini mah sama namah puyengnya. 😀 duh ini mengingatkan saya pada cita-cita yang kandas. 😦 saya ingat zaman-zamannya baca buku denys lombard, anthony reid, ricklef, wertheim, snouck hurgronje, braudell, sartono, taufik abdullah…duh, kayaknya gimana gitu. ada passion waktu baca buku-buku akademik semacam itu, meskipun tidak merubah pandangan hidup saya, karena yah cuma buku aja. maksudnya baca buku-buku semacam itu tak seperti membaca bukunya kundera atau alan lightman. entah kemana passion itu hilang; saya dulu bener-bener mau jadi penulis sejarah sosial.

    btw, aku udah melewati banyak kesempatan daftar beasiswa s2 belanda karena terobsesi fulbrait dan chevening. niatnya taun ini daftar, tapi yah passion itu udah hilang entah kemana. sekarang malah lagi kepengen baca-baca sastra indonesia…hidup terlalu singkat untuk belajar semuanya. taun depan kali lah…

    jah, curhat lagi

  18. frozen permalink
    May 28, 2009 18:16

    @ Ali Sastroamidjojo

    karena yah cuma buku aja. maksudnya baca buku-buku semacam itu tak seperti membaca bukunya kundera atau alan lightman.

    kalau zizek? 🙄

    Ah, sastra ya? 😀
    Saya ada jatah 3 hosting. 1 untuk web kamus daring jawa-sunda-indonesia yang saya dan mas SJ garap, 1 untuk saya hengkang dari esensi, dan 1 lagi entah mau dikemanain. Kali aja Mas Ali ini bersedia menjadi mustahik-nya. 😛 :mrgreen:

  19. May 29, 2009 04:20

    halo Mbak Ilum pa kabar?

    coba ya… mungkinkah ada hubungannya serat centhini dengan ayat Alif Lam Mim Dzalikal Kitab
    bukan tentang pedoman seks tapi pedoman penemuan jati diri & jadi diri

  20. May 30, 2009 03:46

    Udah pada dipraktekkin tuh isi ceritanya?
    Manjur nggak sih?
    Apa kayak Kamasutra?

  21. June 1, 2009 06:45

    Serat Centhini sebenarnya membahas hampir seluruh aspek kehidupan. sex hanya salah satu yang dibahas di dalamnya.

    karena hanya 10% yang kupas dalam buku tersebut seperti pengakuan penulisnya, maka wajar saja kalau tidak semuanya bisa diungkap.

    Apa yang dikatakan oleh Syekh Amongraga dan Nyi Tembangraras untuk ingin terlahir kembali sebagai Ratu, tidak harus dipahami dengan perspektif kekinian yang sarat dengan nafsu angkara kekuasaan. Namun harus dilihat sebagai proses penyempurnaan laku dalam mengimplementasikan pemahaman Pandito Ratu yang tentu berbeda dengan Ratu Pandito.

    Saya setuju dengan @frozen. Dalam kalimat yang berbeda, saya ingin mengatakan bahwa perlu ketajaman akal pikir dan budi nurani yang seimbang untuk bisa menangkap esensi tertinggi dari Serat Centhini yang kaya dengan simbolisme dan ungkapan2 yang tersamar.

  22. June 1, 2009 20:28

    Soal Candi Ceto tersebut, di pelatarannya terdapat relief “kura-kura terbang” yang menurut saya cukup kuno desainnya, mirip di film-film tentang alien.

  23. June 4, 2009 23:58

    @ Kang Boed
    ya selamat jalan-jalan kalo gitu 🙂

    @ Ali S
    jah… jadinya malah belajar FesBukan?

    @ Frozen
    urus sendiri sama ybs yak

    @ Tomy
    halo Mas, kabar baik tapi lagi repot/sibuk… jadi belum sempat jalan-jalan juga ke tempatmu, soalnya kalo ke sana bacanya musti sambil berpikir keras hihihih. Tunggu otaknya ada tempat luang dulu. Itu buku apa? Bahasa Arab?

    @ celetukansegar
    wah, ga dibikin poll jadi ga tahu siapa saja yang sudah praktek.

    @ Mahendra
    jelasin dong konsep Pandito Ratu versus Ratu Pandito.

    @ Sandalian
    Hmmm… kura-kura di Candi Ceto yang buat simbol sekaligus peringatan soal gempa yang bolak-balik menimpa Jawa? Atau kura-kura di candi lain?

  24. June 5, 2009 15:47

    jah… jadinya malah belajar FesBukan?

    Loh, kenapa? Mau diadd? :mrgreen:

    *supernorak*

  25. June 5, 2009 16:32

    ^ wah tidak, at least for the time being… *teteup*
    saya males omong-omong di sana, sekalinya niat merespon eh malah dihapus sama kawan 👿

    Mending IM aja kalo emang niat ngomong *ikutan norak*

  26. June 6, 2009 03:36

    @sandalian
    setuju…

    saya juga pernah ke Candi Cetho…
    saya juga menangkap kesan yang sama…

    ada satu artefak suku bangsa maya yang mirip dengan susunan batu yang terdapat di pintu masuk utama candi…

    desain konstruksi candi Cetho juga mengingatkan saya pada bangunan suku maya… Juga bangunan utama yang berada di tengah berbentuk kotak persegi, mengingatkan saya akan Ka’bah…

    kata Cetho berarti jelas terlihat… hingga kini saya masih mencari tahu apanya yang “jelas terlihat”…

    perjalanan ke candi Cetho, adalah salah satu perjalanan paling berkesan dalam hidup saya…

  27. June 6, 2009 03:44

    @illuminationis
    tentang perbedaan antara Pandito Ratu dan Ratu Pandito, dengan keterbatasan yang saya miliki rasanya sulit saya menjelaskannya dengan singkat.

    saya hanya menghindari pendangkalan makna jika dijelaskan dengan singkat.

    tapi saya janji jika kita ketemu saya coba jelaskan semampu saya.

  28. June 6, 2009 12:03

    @ itempoetie
    kenapa perjalanannya berkesan? ayo tulis dong di blog 🙂

    ini janji-janji tak catat lho… *cari notes dan pen*

  29. June 6, 2009 16:26

    ditulis di blog kepanjangan… bisa abis 5 blog… wakakakak… 😀
    yg enak diobrolin langsung aja… hihihihihi… 😀

  30. S Pur permalink
    March 5, 2012 11:53

    Itu sebagai simbol dari ajaran sareat, tarekat, hakikat, dan makrifat. He he he… Seperti dalam ajaran Dewa Ruci, ketika manusia sudah mencapai puncak derajat keimanan (makrifat) dia pantas menjadi pemimpin dunia. Jadi menjadi orang suci itu memiliki manfaat yang besar bagi umat manusia, bukan hanya untuk dirinya sendiri. ………….

  31. January 14, 2016 03:28

    Cool banget buku yang kalian bahas. Cool juga gaya tulis artikel ini. Dan klimaks nya adalah cool banget yang pada komentar timbal balik. Hihi…

    Aq malah lagi nyimak yang pada khatam serat Centhini disini dan yang pada kepo nyari buku yang sama kualitasnya.. Yang pasti, asik banget kalo ketemu pembaca tembang Centhini lainnya.

Leave a reply to itempoeti Cancel reply