Skip to content

Kama Sutra: preliminary notes

March 30, 2009

Most people are misled to believe that Kama Sutra is a book full of sexual instruction and poses. It is not! Among Indologists Vatsyayana’s work is known as a serious academic work. Maybe you can compare his work to scientific works in sociology and/ or anthropology. Or even more appropriate, IMHO, to see Vatsyayana in his ancient Indian context as you see Sigmund Freud in his Victorian era contemporaries.

Since demythologization has been one of my lifelong dedication, I decided to read the latest translation of Vatsyayana’s work by Prof. Alain Daniélou, a French Indologist. I read the (obsolete) Victorian translation by Sir Richard Burton a couple of years ago. Yet, the newer translation should offer new insights. Not only Daniélou worked on an unabridged version of Kama Sutra, he also included the commentaries – also considered as important reading material in Indian philosophy – by Yashodhara in the 12th century and by Devadatta Shastri in modern Hindi.

23 Comments leave one →
  1. March 30, 2009 03:56

    saya ko lebih suak liat filmnya daripada baca bukunya.. weekz..

  2. March 30, 2009 04:00

    It also happened with Serat Centhini, a Javanese transcript which is assumed as Kamasutra in Javanese version.

    Serat Centhini is also not only a transcript about sexual manual instruction but moreover about human relations.

  3. March 30, 2009 05:26

    @ Mahendra
    kama sutra jawa bukannya “Katuranggan”?

  4. March 30, 2009 07:21

    @ kenz
    bisa dimengerti sih… buku aslinya bahasa Sansekerta, bahasa jadul pula 😎

    @Mahendra dan Sitijenang
    Itu salah satu alasan kenapa saya mau kupas Kama Sutra sampe ngelotok, gara-gara ada orang nanya, ” Serat Centhini tuuu… sex manualnya orang Jawa yak?” Terus bawa-bawa copas dari situs orang yang membandingkan Serat Centhini dengan Kama Sutra pula. Penulisnya sudah bisa dipastikan ga pernah baca baik Kama Sutra maupun Serat Centhini yang asli. 😥

  5. March 30, 2009 10:10

    Yashodara itu kayak nama istri Siddharta bukan? 😕
    saya familiar aja dengan nama Yashodara, Devadatta, Suddhodana dll.
    maaf, gak nyambung yah? 🙄 abis umur saya gak nututi dg topiknys sih :mrgreen:

  6. March 30, 2009 10:58

    *duduk memperhatikan dengan seksama*

  7. March 30, 2009 11:03

    wah komentar saya ketelen akismetkah? kok hilang.

    baru preliminary kayaknya udah berat banget.

  8. March 30, 2009 11:33

    @ Sitijenang
    Katuranggan dari kata turangga yang artinya kuda. Ukuran keberhasilan laki-laki Jawa tempo doeloe jika telah memiliki 5 hal : wanita (pendamping hidup), wisma (rumah), curiga (keris/senjata/alat bela diri), turangga (kuda/kendaraan), dan kukila (burung/hiburan/klangenan).

    Monggo coba dibaca lagi Serat Centhini. Tabik… 🙂

  9. March 30, 2009 15:40

    @ Mahendra

    lha monggo dibaca juga cuplikan ngelmu katuranggan.

  10. March 30, 2009 16:33

    @ Illuminationis
    kemungkinan sih Anda sudah tahu, tapi saya nemu referensi lumayan nih. menurut abang saya ini yg paling dekat kemiripannya dengan kama sutra: asmaragama

  11. March 30, 2009 21:17

    @ Lumiere
    yup, cuma Yasodhara ini lelaki dan hidup di abad ke-12 sedang Yasodharā (a-nya yang terakhir dibaca panjang) perempuan dan hidup abad ke-5 SM.

    @ Gentole
    nimbrung juga boleh loh

    @ Mahendra & Sitijenang
    Saya juga masih perlu baca tuh Serat Centhini, sejak dibeli masih nganggur di lemari buku

    @ Sitijenang
    Katuranggan perempuan, kuda, keris , burung => wakakaka, dideretnya sama binatang dan pusaka? Jadi perlu dilihat seblakannya juga untuk kesan pertama?

    Asmaragama => ya semacam itu. Ini maksudnya etimologi kata asmara + agama = asmaragama (ritual asmara) ?

  12. March 31, 2009 10:41

    @ Illuminationis

    he he he… orang jaman dulu mungkin bingung mo dimasukkan ke mana. berhubung yg mirip adalah tunggangan, perempuan pun masuk kategori turangga. :mrgreen:

    kalo menurut Zoet Moelder (bener gak nih) kata dasarnya ‘smaragama’ (praktik bercinta).

    • March 31, 2009 11:11

      @ Sitijenang
      asemmmm… perempuan disamakan kuda

      Hampir betoel, Zoetmulder. Nah dia ini SJ – tapi bukan Siti Jenang 😎
      jadi gendhing Asmaradana itu, dari smara + dana
      kalo asmara itu apa?

  13. April 1, 2009 05:04

    dalam khasanah budaya jawa dikenal Gatholoco (gatho=kelamin laki2, loco=gerakannya) Darmogandul (Darmo=darma, solah tingkah, af’al Gandul=yang gemandul,kelamin laki-laki) lalu ada Mijil (metu, keluar)
    semua bukan sesuatu yang porno namun adalah ilmu tentang kejadian manusia
    secara kultur hendak berpesan manusia secara fitrah sebenarnya sama tiada yang lebih mulia
    manusia lahir tidak bertemu sama nabi tapi sama ayahibu
    juga Ibu disebut Pancering Urip=Pusat Hidup
    ayah disebut Lajering Allah=Pokok Tuhan

  14. April 1, 2009 18:19

    @ Illuminationis

    kalo saya aliran sak sire dhewe 😎

    smara = asmara. menurut kamus Jawa Kuna bikinan Zoetmulder artinya bisa cinta; cumbu; mengingat. (a)gama artinya bisa aturan (undang-undang); jalan; perjalanan; metode; praktik. *jadi buka2 kamus lagi* 😎

  15. April 1, 2009 22:30

    @ tomy
    Dulu ada baca hasil wawancara dengan Rendra (kalo ga salah inget), konteksnya soal praktek kebatinan, “… jangankan bertemu Nabi, bertemu Mbahmu saja tidak.”

    Kegiatan seksual seringkali dipakai buat analogi dalam teks agama dan/ atau kebatinan. Bukannya porno, tapi karena seks merupakan bagian kehidupan sehari-hari jadi orang-orang lebih mudah memahami :mrgreen:. Contoh (sadis):

    Higher than a kingdom, than heaven, than the moon, than the status of Maghavan and even than the delight that arises in making love with one’s beloved is the happiness proceeding from the extinction of desires. (Yoga-vasistha Maharamayana, oleh Mpu Walmiki)

    @ Sitijenang
    itu kamus edisi tahun berapa? Ada terjemahan ke bahasa Indonesia?

  16. April 2, 2009 07:21

    nah itu yang disebut sejatining rasa, tidak cuma mulut atau pendengaran tapi seluruh indera manusia berikut angan2 & imajinasi ikut merasakannya :mrgreen:

  17. April 2, 2009 12:07

    Yashodara itu kayak nama istri Siddharta bukan? 😕
    saya familiar aja dengan nama Yashodara, Devadatta, Suddhodana dll.
    maaf, gak nyambung yah? 🙄 abis umur saya gak nututi dg topiknys sih :mrgreen:

    ngga ditambahin Tatta ato Assaji sekalian? 🙄
    *ups, 2 itu fiktif kayanya :mrgreen: *
    ..
    ..
    jadi intinya ini buku filsafat? 😕

  18. April 2, 2009 19:28

    @ illuminationis
    terbitan 2004. setahu saya terkini tuh. terjemahan bahasa Indonesia. 😎

  19. April 3, 2009 06:28

    Waaaahhh…., aku ketinggalan jauh nich diskusinya…

    @ Siti Jenang
    Nampaknya memang para leluhur selalu menuliskan dengan komprehensif berbagai aspek kehidupan dalam karya2 mereka walaupun mungkin judulnya spesifik.

    Mereka lebih suka dengan teknik induktif ketimbang deduktif seperti yang umumnya sekarang digunakan.

    Saya yakin karya2 mereka saling melengkapi satu sama lain. Bukan saling menegasikan.

    @illuminationis
    Terima kasih Bro sudah menjadi host atas diskusi yang menarik ini…

  20. April 3, 2009 15:15

    @ Arm
    Menurut saya lebih cenderung ke studi deskriptif. “Gini lho praktek/ kehidupan sehari-hari (dalam bidang seksual) di masyarakat India (strata sosial tertentu, daerah tertentu) pada waktu itu.”

    @ semua
    Berkat partisipasi kalian maka catatan singkat ini bisa jadi bahan diskusi yang dinamis. ^0^ Kehadirannya dinantikan juga di episode berikutnya :mrgreen:

  21. April 16, 2009 04:46

    where can i find that book ?

  22. April 22, 2009 10:50

    @ eka
    di Amazon

Leave a reply to ahgentole Cancel reply